Cari Blog Ini

05 September 2009

pele vs maradona

Catatan Prestasi

Pele memenangkan dua gelar Piala Dunia, dua Copa Libertadores, dua Piala Intercontinental dan beberapa titel lainnya di Brasil. Sementara FIFA menobatkannya sebagai Pemain Terbaik Abad Ke-20 sembilan tahun lalu.

Sedangkan Maradona hanya memenangkan satu titel Piala Dunia, beberapa gelar domestik di Argentina, Spanyol dan Italia, ditambah penghargaan-penghargaan seperti pemain terbaik Piala Dunia 1986, Gol Terbaik Abad Ke-20 Versi FIFA, dan Pemain Terbaik Abad Ke-20 berdasarkan pendapat pembaca.

Gelar yang disebut terakhir sangat menarik. FIFA memilih Pele, tapi rakyat mengunggulkan Maradona.

Apakah karena Pele memenangkan tiga Piala Dunia membuatnya lebih unggul dari Maradona yang hanya meraih satu gelar? Hmmm...

Sepertinya tidak adil jika kita mengatakan seorang pemain lebih unggul hanya dari koleksi trofinya. Pele masih berusia 17 tahun ketika meraih Piala Dunia 1958, tapi ia cedera dalam dua edisi berikutnya, sehingga kurang memberikan dampak terhadap tim. Di Italia 1970, Pele menjadi salah satu anggota dari tim terbaik dunia, bersama Tostao, Rivelino, Carlos Alberto, Gerson dan Jairzinho. Tanpa seorang Pele pun, Brasil sudah bisa memenangkan Piala Dunia 1970.

Di sisi lain, Maradona mengangkat tim Tango ke tangga juara di Meksiko 1986. Siapa yang dapat melupakan golnya ke gawang Inggris di perempat-final, ditambah gol indah melawan Belgia di empat besar? Saya sendiri yang menyaksikannya secara langsung di Mexico City terpaku melihat gol tersebut, seolah-olah tidak percaya seorang pemain sependek 165 cm bisa mencetak gol seperti itu.

Padahal, materi kekuatan Argentina kala itu tergolong biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa secara tim. Justru Jerman Barat, tim yang dikalahkan Argentina di partai puncak, memiliki materi pemain yang jauh lebih dahsyat. Sebut saja Karl-Heinz Rummenigge, Rudi Völler, Andreas Brehme, dan Lothar Matthäus. Mantap sekali bukan?

Pada 1986, sepakbola Amerika Latin justru dikuasai Uruguay, yang meraih Copa America tiga tahun sebelumnya. Tanpa Maradona, tim Tango tidak mungkin mengatasi perlawanan sengit Enzo Francescoli dan Uruguay di babak 16 besar.

Jumlah Gol

Tentunya Pele memiliki koleksi gol yang lebih banyak dibanding Maradona. Dari 1.363 pertandingan, Pele mencetak 1.281 gol. Wow, luar biasa! Kemampuan Pele dalam merobek gawang lawan tidak perlu diragukan lagi - 77 gol dalam 92 penampilan di timnas.

Sebaliknya, Maradona mencetak 34 gol dari 91 caps internasional, delapan di kancah Piala Dunia, dan secara total 311 gol dari 590 laga.

Dengan demikian, apakah Pele lebih unggul? Seorang penyerang atau striker akan mencetak gol ketika gol itu sangat dibutuhkan. Sebagai penentu kemenangan, Maradona sudah berapa kali melakukannya?

Sebelum pindah ke Real Madrid, Cristiano Ronaldo merupakan seorang topskor di Liga Primer Inggris. Tapi di final Liga Champions, penyerang asal Portugal itu gagal membangkitkan Manchester United. Di sebuah pertandingan besar melawan tim yang besar, seorang pemain top diharapkan mampu mencetak gol di saat yang tepat. Seorang Ronaldo gagal melakukannya di Roma Finale tahun lalu. Ia kalah telak dari Lionel Messi. Barcelona pun juara.

Baik Pele maupun Maradona berhasil melakukannya, di tingkat klub sekaligus timnas. Hanya saja, Maradona mengangkat prestasi Napoli, dari sebuah klub yang kecil menjadi klub papan atas di era 1980-an. Akhirnya Napoli meraih Scudetto untuk pertama kalinya pada 1987. Kesuksesan itu terulang tiga tahun kemudian. Bahkan mereka meraih Piala UEFA 1988/89. Sejak ditinggalkan Maradona, prestasi Napoli paling tinggi hanya sebuah gelar Coppa Italia pada musim 1986/87.

Pele sendiri tak pernah bermain di Eropa. Tapi pada dasawarsa 1960-an bersama Santos, klub terbaik dunia saat itu, Pele selalu tampil cemerlang melawan klub-klub Eropa. Bahkan di Piala Intercontinental 1962 dan 1963, Pele memimpin Santos mengalahkan Benfica dan Milan. Tercatat dari lima pertandingan melawan dua klub tersebut, Pele memborong tujuh gol.

Fair Play

Kecanduan narkoba ditambah 'kecurangan' dengan mencetak gol 'Tangan Tuhan' ke gawang Inggris pada 1986 membuat Maradona tersingkir sebagai pemain yang fair di dalam maupun luar lapangan.

Pele memang tak pernah berurusan dengan narkoba dan tak pernah terbukti melakukan kecurangan. Tapi, apakah Maradona tidak pantas dijuluki pemain terhebat hanya karena dua unsur tersebut?

Tentu saja Maradona bersalah dalam penggunaan kokain. Tapi seharusnya hal tersebut tidak selalu dikaitkan dengan dirinya sebagai seorang pemain sepakbola.

Dalam budaya Amerika Latin dan Eropa Selatan, jika Anda mampu mencetak gol dengan menipu wasit dan pemain lawan, Anda justru dipandang sebagai pemain yang lebih baik secara taktis.

Jangan lupa, Maradona tidak pernah menggunakan obat terlarang yang dapat meningkatkan performa di lapangan. Kokain justru menurunkan kemampuan bermain. Bayangkan jika Maradona bersih dari kokain. Tentunya ia menjadi pemain yang dua atau tiga kali lebih hebat.
Klip Video

Kita akan sulit menentukan siapa yang lebih hebat melalui rekaman video. Pada era 1950 hingga 1960-an, video pertandingan masih langka, terutama di Amerika Latin. Jadi, cuplikan gol-gol terbaik Pele tak mungkin terkumpul semuanya.

Maradona berada di zaman ketika sepakbola sudah menjadi bisnis jutaan dolar. Jadi, video-video Maradona akan lebih banyak ditemukan. Sementara klip video tentang Pele lebih banyak diperoleh lewat Piala Dunia.

Hal tersebut sangat disayangkan. Tapi yang jelas, konsistensi pemain dalam jangka waktu yang lama patut dipertimbangkan. Baik Pele maupun Maradona menjadi legenda karena mendominasi dunia sepakbola selama sepuluh tahun lebih, sama halnya dengan pemain-pemain di zaman modern seperti Paolo Maldini dan Zinedine Zidane.

Satu lagi yang perlu dipikirkan adalah kenyataan bahwa Pele datang sebelum Maradona. Artinya, sosok Pele menjadi idola bagi banyak pemain yang lahir sesudahnya. Ada yang mengatakan, tanpa kehadiran Pele, tidak mungkin ada Johan Cruijff, Roberto Baggio, Zidane atau Maradona sekalipun. Di zamannya, Pele memang lebih unggul di antara pemain seperti Alfredo Di Stefano dan Ferenc Puska

Tidak ada komentar: